
Bentrokan antara pasukan keamanan Suriah dan loyalis Bashar Assad dalam dua hari terakhir telah menewaskan lebih dari 1.000 orang. Eskalasi kekerasan ini menjadi salah satu insiden paling mematikan sejak perang Suriah dimulai 14 tahun lalu.
Hingga Sabtu (8/3), pengamat Hak Asasi Manusia Suriah yang berbasis di Inggris mencatat, dari total korban, 745 di antaranya adalah warga sipil, sebagian besar tewas akibat penembakan jarak dekat.
Selain itu, 125 anggota pasukan keamanan dan 148 militan yang berafiliasi dengan Assad juga dilaporkan tewas.
Listrik dan pasokan air di sekitar Latakia terputus. Ribuan warga mengungsi ke pegunungan mencari perlindungan.
Balas Dendam Picu Pembunuhan Massal

Serangan balasan mulai terjadi sejak Jumat (7/3).
Kelompok bersenjata Sunni yang mendukung pemerintah memburu warga Alawi, kelompok minoritas yang menjadi basis pendukung Assad.
Di Baniyas, kota yang terdampak parah, warga melaporkan jenazah berserakan di jalan, rumah-rumah dibakar, dan toko-toko dijarah.
Mengutip AP, seorang warga, Ali Sheha, melarikan diri bersama keluarganya setelah menyaksikan puluhan tetangganya terbunuh di toko dan rumah mereka. Ia menyebut serangan itu sebagai balas dendam atas kekerasan di bawah pemerintahan Assad.
“Orang-orang bersenjata itu mendatangi rumah-rumah, meminta identitas, lalu membunuh berdasarkan sekte,” kata Sheha dari lokasi pengungsian, 20 kilometer dari Baniyas.
Pasukan keamanan Suriah kemudian melancarkan operasi untuk merebut kembali wilayah yang dikuasai loyalis Assad.
Pemerintah menutup akses menuju daerah pesisir dan mengklaim berhasil mengamankan sebagian besar wilayah.
Pada Sabtu pagi, jenazah 31 korban di Tuwaym dimakamkan dalam kuburan massal. Mereka termasuk sembilan anak dan empat perempuan.
Kecaman Internasional

Anggota parlemen Lebanon Haidar Nasser menyebut banyak warga Alawi melarikan diri ke Lebanon atau mencari perlindungan di pangkalan udara Rusia di Hmeimim.
Ia menyerukan perlindungan bagi mereka yang setia pada negara.
Prancis menyatakan keprihatinan mendalam dan mengutuk kekerasan berbasis agama ini.
Paris mendesak investigasi independen untuk mengungkap kejahatan tersebut.
Bentrokan ini dipicu oleh upaya pasukan pemerintah menahan seorang buronan di Jableh, yang berujung pada serangan balik loyalis Assad.
Ketegangan masih tinggi hingga Minggu pagi, dan situasi di lapangan terus berkembang.