Kejagung Ungkap Negosiasi Uang Suap untuk Atur Vonis Kasus CPO

6 hari yang lalu 2
 PexelsIlustrasi strategi bernegosiasi. Foto: Pexels

Kejaksaan Agung (Kejagung) RI membeberkan rentetan peristiwa negosiasi dan penyerahan uang sebesar Rp 60 miliar yang diduga sebagai suap untuk Majelis Hakim dalam mengatur vonis lepas perkara persetujuan ekspor (PE) crude palm oil (CPO) minyak mentah kelapa sawit periode Januari 2021–Maret 2022.

Hal itu disampaikan Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar, dalam pengumuman penetapan tersangka baru kasus dugaan suap tersebut, di Gedung Kejagung RI, Jakarta, Selasa (15/4).

Adapun tersangka baru itu yakni MSY atau Muhammad Syafei selaku Head of Social Security & License Wilmar Group. Dengan penetapan itu, total sudah ada delapan tersangka yang dijerat Kejagung dalam kasus tersebut.

Cawe-cawe Atur Vonis

Qohar menyebut, dugaan suap tersebut bermula saat adanya pertemuan antara Ariyanto (AR) selaku pengacara dari terdakwa korporasi kasus CPO dengan panitera bernama Wahyu Gunawan (WG). Keduanya merupakan tersangka dalam kasus ini.

Dalam pertemuan itu, Wahyu menyampaikan bahwa perkara persetujuan ekspor CPO harus diurus. Jika tidak diurus, Wahyu menyampaikan kepada Ariyanto bahwa putusan yang dijatuhkan bisa maksimal bahkan melebihi tuntutan jaksa.

"Dalam pertemuan tersebut, Wahyu Gunawan juga menyampaikan agar AR selaku pihak korporasi untuk menyiapkan biaya kepengurusannya," kata Qohar dalam konferensi pers, Selasa (15/4).

Konferensi pers penetapan tersangka baru kasus dugaan suap dalam pengaturan vonis lepas perkara persetujuan ekspor CPO, di Gedung Kejagung RI, Jakarta, Selasa (15/4/2025). Foto: Fadhil Pramudya/kumparanKonferensi pers penetapan tersangka baru kasus dugaan suap dalam pengaturan vonis lepas perkara persetujuan ekspor CPO, di Gedung Kejagung RI, Jakarta, Selasa (15/4/2025). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan

Qohar menyebut bahwa permintaan itu kemudian diteruskan kepada Marcella Santoso—pengacara terdakwa korporasi yang juga telah dijerat sebagai tersangka kasus suap.

Marcella kemudian bertemu dengan Syafei untuk menyampaikan informasi biaya pengurusan perkara tersebut. Singkat cerita, Syafei menyanggupinya. Namun, saat itu ia menyampaikan bahwa biaya yang disediakan adalah Rp 20 miliar.

Untuk menindaklanjutinya, Wahyu bersama Ariyanto mengadakan pertemuan dengan Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta (MAN). Saat pengurusan perkara ini, Arif masih menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat.

Janjikan Vonis Lepas, Nego Uang Suap

Dalam pertemuan itu, kata Qohar, Arif mengatakan bahwa perkara tersebut tidak bisa diputus bebas. Akan tetapi bisa diputus lepas atau onslag.

"Dalam hal ini, MAN meminta agar uang Rp 20 miliar dikalikan tiga, sehingga jumlahnya Rp 60 miliar," ucap Qohar.

 Fadhil Pramudya/kumparanKolase 4 hakim tersangka suap: Ali Muhtarom, Agam Syarif Baharudin, Djuyamto, Muhammad Arif Nuryanta. Foto: Fadhil Pramudya/kumparan

Setelah pertemuan tersebut, Wahyu menyampaikan kepada Ariyanto agar segera menyiapkan uang sebesar Rp 60 miliar tersebut. Permintaan itu diteruskan kepada Marcella dan ditindaklanjuti dengan menghubungi Syafei.

Qohar mengungkapkan, bahwa Syafei menyanggupi permintaan tersebut dan langsung menyiapkan uang sekitar Rp 60 miliar dalam bentuk pecahan mata uang dolar Amerika Serikat.

Syafei kemudian menghubungi Marcella dan menyampaikan bahwa uang senilai Rp 60 miliar telah disiapkan. Saat itu, lanjut Qohar, Syafei juga bertanya ihwal lokasi pengantaran uang tersebut.

Untuk menindaklanjuti itu, Marcella kemudian menghubungkan Syafei kepada Ariyanto. Keduanya pun bertemu sekaligus penyerahan uang dilakukan.

Qohar menyebut, uang senilai Rp 60 miliar itu kemudian diantarkan Ariyanto ke rumah Wahyu Gunawan. Uang tersebut lalu langsung diteruskan kepada Arif.

"Dan saat penyerahan uang tersebut, Arif memberikan uang kepada Wahyu Gunawan sebanyak USD 50 ribu [setara Rp 841,4 juta]," pungkasnya.

Kemudian dari uang Rp 60 miliar itu Rp 22,5 miliar di antaranya diberikan kepada tiga hakim yang memutus kasus tiga korporasi. Atas adanya dugaan suap itu, tiga korporasi yakni PT Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group, divonis lepas.

Dengan putusan itu, ketiga korporasi terbebas dari tuntutan pembayaran uang pengganti sebesar Rp 17 triliun.

Belum ada keterangan dari para terdakwa korporasi CPO maupun para tersangka pengaturan vonis perkara persetujuan ekspor CPO mengenai kasus dugaan suap tersebut.

Baca Seluruh Artikel